Assalamu'alaikum Warohmatullahi Waabarokatu.

Janganlah puas dengan ilmu yang kamu miliki! Trus belajar sampai ajal menjemput! Kita boleh tamak pada ilmu tapi jangan tamak pada duniawi!!!

wallahua'lam


Kamis, 29 April 2010

What's Your Purpose?

Apa sih tujuan kamu? Pertanyaan sederhana ini, mungkin sebagian orang menganggap sepele, tetapi pertanyaan ini amatlah mendasar.
Boleh aja kamu iseng-iseng bertanya ke temen-temen kamu selagi pada nongkrong di mall-mall atau di jalan-jalan. Dari mana sih kamu? Jawabannya mungkiin beda-beda. Ada yang jawab, "O, saya abis dari sekolah", "Saya dari rumah", "saya dari rumah temen". Begitu juga berbeda-beda menjawab pertanyaan, Mo ngapain kamu di sini. Mungkin ada yang ngejawab, "Saya mo ngeceng", "Mau belanja baju baru", "Iseng aja, mo maen", dan jawaban lainnya.
Ada satu lagi pertanyaan yang coba kamu tanyakan, Abis dari sini kamu mo ke mana? Untuk jawaban pertanyaan ini juga bisa beda-beda. "Saya mo ke temen dulu", "Langsung pulan ke rumah", "Ke mall lainnya".
Pertanyaan jangan berhenti di sana. Coba kamu tanya terkait soal kehidupan. Dari mana kamu asalnya? Hidup di sini mau ngapain? Setelah hidup mau ke mana? Tak sedikit ketika dilontarkan pertanyaan ini, tertegun dulu... Beberapa ada wajah kebingungan untuk menjawab pertanyaan ini.
Ya, sobat. Sekali lagi pertanyaan-pertanyaan tadi amatlah sederhana, tetapi sangat mendasar. Kalo kamu nggak mampu menjawab dengan benar dan penuh kesadaran, maka pasti kehidupan kamu pun tak akan jelas arah dan tujuannya.
Coba kamu liat handphone yang ada di tangan kamu itu. Hape kamu tuh dari mana sih asalnya? Apa ujug-ujug 'tuwew, tuwew... blegeudeug..", ujug-ujug ada dengan sendirinya? Tentu saja tidak. Hape yang kamu miliki itu, abis beli dari toko. Dari tokonya, diambil dari pabrik, ada yang bikin di sana. Siapa yang bikin hape? Ya tentu saja orang yang ngebikin hape.
Hape dibikin sama orang pasti punya tujuan, iya kan. Kira-kira siapa yang paling tahu tujuan dibuatnya hape? Apa tukang beca atau ma lampir? Ya nggak lah... yang paling tahu tujuan dibikinnya hape tentu saja tukang bikin hape. So, kalo kamu pengen tahu buat apa hape itu dibuat, maka kepada siapa kamu layak bertanya. Tentu saja jangan bertanya ke tukang sapu atau ke si bibi pembuat sorabi. Mau tak mau kita tanya ke orang yang ngebikin hape tersebut. Kata yang bikin hape, "ini hape dibuat untuk nelpon ama sms". Mungkin itu kira-kira jawaban sederhananya.
Nah, sama dalam kehidupan manusia juga. Kita, kami, kamu, aku ada di sini nggak begitu saja kan. Manusia dilahirkan dari perut ibu. Secara biologisnya, hasil dari pertemuan sel telur dengan sel sperma yang kemudian jadi zigot, dan akhirnya jadilah kita, manusia. Pertanyaannya, apa ibu atau bapak kita yang bikin kita? Kalaulah benar yang membuat kita itu bapak ama ibu, tentu saja kedua orang tua kita akan membuat anaknya yang cakep bin ganteng seganteng David Beckahm, atau yang cantik secantik bintang iklan. Wuih.... ternyata ayah dan ibu kamu gak bisa pesen begitu kan.
So, siapa yang telah membuat kita ini. Di sinilah ada rahasia kehidupan. Hadirnya kita di dunia ini benar-benar ada yang menciptakan. Ya, kita, manusia, dan alam raya ini, semuanya makhluk atau ciptaan dari Yang Mahakuasa. Dialah Allah Swt., Rabb al-Mudabbir (Sang Maha Pengatur), yang telah menciptakan semuanya.

Trus, bertanyalah pada diri kita, tujuan kita diciptakan untuk apa sih? Siapa yang paling tahu tujuan manusia diciptakan? Tentu saja, Dia Sang Maha Pencipta. Maka bertanyalah kepada Allah Swt., untuk apa sih manusia diciptakan. Maka, kamu bakal menemukan di dalam ayat Al-Quran sebagai wahyu dari-Nya, di dalam surat Adz-Dzariyat 56, "Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah."
So, manusia diciptakan oleh Allah Swt. bukan untuk berfoya-foya, seperti pepatah mengatakan hidup muda senang-senang, tua kaya raya, kalau mati masuk surga. Falasafah ini bisa menyesatkan dan tentu tidak Islami. Hidup kita di dunia ini bukan tuk senang-senang guys... bukan pula cari sensasi, atau popularitas seperti selebritis yang bertingkah rusak dan memalukan. Tapi, inget Allah Swt. yang telah nyiptain kita udah ngasih tahu bahwa manusia diciptakan itu untuk ibadah. Ya, untuk ibadah dan bukan yang lain.
Tinggal persoalannya, apa sih ibadah itu. Kamu musti tahu dan memahami makna ibadah. Kalau nggak bisa berabe. Sebut saja, seperti yang di awal kita ceritain, bahwa tujuan hape dibuat itu untuk SMS. Kalau kamu nggak ngerti apa itu SMS, wah bisa salah kaprah nantinya. Misal aja, "Bi, hape tuh buat apa sih?", "Buat SMS-an de," kata si bibi. "SMS-an itu apaan sih bi?", tanya kita misalkan. "Itu kalo ada anjing yg lewat SMS-in (lemparinn) aja pake hape ini," jawab si bibi. Kalau si bibi ngejawab gitu kira-kira hape tuh sesuai gak dengan dibuatnya hape? Nggak kan.
Nah, sama, kamu selaku manusia yang diciptakan ama Allah Swt. untuk beribadah musti ngerti dan paham makna ibadah tersebut. Jadi apa sih ibadah itu? Apa sebatas sholat lima waktu? Atau sebatas shoum di bulan Ramadhan dan Zakat? Atau berzikir dan berdoa saja? Tentu saja bukan hanya itu. Itu semua bagian dari salah satu aktivitas ibadah, tetapi sekali lagi bukan hanya itu. Singkatnya ibadah itu taat ama perintah dan larangan Allah Swt. atau ibadah itu ya taat pada Islam. Islam kan aturan yang diturunkan oleh Allah Swt.
Cuma persoalannya, apa Islam itu bro. Islam = Isya, Shubuh, Lohor, Ashar, Maghrib, apa sebatas ini? Sekiranya Islam itu hanya lima waktu, taroh saja setiap sholatnya menghabiskan waktu 5 menit. Berarti jumlah semuanya yang lima waktu = 5 x 5 menit = 25 menit. Sementara kamu tahu kan hidup itu adalah perjalanan waktu. Satu hari menempuh sekitar 24 jam. Kalau yang dimaksud Islam atau ibadah itu cuma yang lima waktu, berarti 25 menit kita. ibadah. Berarti sisanya, yakni 24 jam dikurangi 25 menit atau 23 jam 35 menit manusia gunakan untuk apa? Padahal kita tahu tujuan manusia diciptakan adalah untuk ibadah. Walhasil, ibadah yakni taat pada Islam bukan hanya sebatas sholat, karena Islam bukan hanya shiolat. Melainkan Islam itu adalah dien yang mencakup segala aspek kehidupan, baik hubungan manusia dengan penciptanya, hubungan manusia dengan dirinya sendiri, dan mengatur hubungan manusia dengan sesaman. Semua aspek tadi telah diatur oleh Islam. So, hidup kamu ibadah, artinya semua aspek kehidupan kamu, hari-hari kamu musti taat pada Islam dalam seluruh aspek hidup.
Nah, dari sini jelaskan what your purpose? Buat apa tujuan kamu hidup? Jawabannya adalah bahwa kita manusia hidup di dunia ini untuk beribadah, yakni menaati Allah Swt. atau tunduk pada Islam dalam segala aspek kehidupan. So, biar kamu bisa taat pada Islam, maka mau tidak mau kita musti kenali Islam apa adanya. So, kita musti ngaji alias belajar Islam. Okay gusy!!!! Catet....! [M]
Sumber. muslimuda.org

Rabu, 28 April 2010

Antara Kebenaran dan Dusta


Suatu hari ketika 'Ali sedang berada dalam pertempuran, pedang musuhnya patah dan orangnya terjatuh.'Ali berdiri di atas musuhnya itu, meletakkan pedangnya ke arah dada orang itu, dia berkata : "Jika pedangmu berada di tanganmu, maka aku akan lanjutkan pertempuran ini, tetapi karena pedangmu patah, maka aku tidak boleh menyerangmu."
"Kalau aku punya pedang saat ini, aku akan memutuskan tangan-tanganmu dan kaki-kakimu," orang itu berteriak balik. "Baiklah kalau begitu," jawab 'Ali, dan dia menyerahkan pedangnya ke tangan orang itu."Apa yang sedang kamu lakukan", tanya orang itu kebingungan."Bukankah saya ini musuhmu?" Ali memandang tepat di matanya dan berkata, "Kamu bersumpah kalau memiliki sebuah pedang di tanganmu, maka kamu akan membunuhku. Sekarang kamu telah memiliki pedangku, karena itu majulah dan seranglah aku".
Tetapi orang itu tidak mampu. "Itulah kebodohanmu dan kesombongan berkata-kata," jelas 'Ali. "Di dalam agama Allah tidak ada perkelahian atau permusuhan antara kamu dan aku. Kita bersaudara. Perang yang sebenarnya adalah antara kebenaran dan kekurangan kebijakanmu. Yaitu antara kebenaran dan dusta. Engkau dan aku sedang menyaksikan pertempuran itu. Engkau adalah saudaraku. Jika aku menyakitimu dalam keadaan seperti ini, maka aku harus mempertanggungjawabkannya pada hari kiamat. Allah akan mempertanyakan hal ini kepadaku."
"Inikah cara Islam?" Orang itu bertanya."Ya," jawab 'Ali, "Ini adalah firman Allah, yang Mahakuasa, dan Sang Unik." Dengan segera, orang itu bersujud di kaki 'Ali dan memohon, "Ajarkan aku syahadat."Dan 'Ali pun mengajarkannya, "Tiada tuhan melainkan Allah. Tiada yang ada selain Engkau, ya Allah."
Hal yang sama terjadi pada pertempuran berikutnya. 'Ali menjatuhkan lawannya, meletakkan kakinya di atas dada orang itu dan menempelkan pedangnya ke leher orang itu. Tetapi sekali lagi dia tidak membunuh orang itu. "Mengapa kamu tidak membunuh aku?" Orang itu berteriak dengan marah. "Aku adalah musuhmu. Mengapa kamu hanya berdiri saja?" Dan dia meludahi muka 'Ali. Mulanya 'Ali menjadi marah, tetapi kemudian dia mengangkat kakinya dari dada orang itu dan menarik pedangnya. "Aku bukan musuhmu", Ali menjawab. "Musuh yang sebenarnya adalah sifat-sifat buruk yang ada dalam diri kita. Engkau adalah saudaraku, tetapi engkau meludahi mukaku. Ketika engkau meludahi aku, aku menjadi marah dan keangkuhan datang kepadaku. Jika aku membunuhmu dalam keadaan seperti itu, maka aku akan menjadi seorang yang berdosa, seorang pembunuh. Aku akan menjadi seperti semua orang yang kulawan. Perbuatan buruk itu akan terekam atas namaku. Itulah sebabnya aku tidak membunuhmu."
"Kalau begitu tidak ada pertempuran antara kau dan aku?" orang itu bertanya. "Tidak. Pertempuran adalah antara kearifan dan kesombongan. Antara kebenaran dan kepalsuan". 'Ali menjelaskan kepadanya. "Meskipun engkau telah meludahiku, dan mendesakku untuk membunuhmu, aku tak boleh." "Dari mana datangnya ketentuan semacam itu?" "Itulah ketentuan Allah. Itulah Islam."
Dengan segera orang itu tersungkur di kaki 'Ali dan dia juga diajari dua kalimat syahadat.

Senin, 19 April 2010

Wanita Bisu, Tuli, Buta dan Lumpuh Yang Engkau Cintai

Seorang lelaki yang saleh bernama Tsabit bin Ibrahim sedang berjalan di pinggiran kota Kufah. Tiba-tiba dia melihat sebuah apel jatuh ke luar pagar sebuah kebun buah-buahan. Melihat apel yang merah ranum itu tergeletak di tanah terbitlah air liur Tsabit, terlebih-lebih di hari yang sangat panas dan di tengah rasa lapar dan haus yang mendera. Maka tanpa berpikir panjang dipungut dan dimakannyalah buah apel yang terlihat sangat lezat itu. Akan tetapi baru setengahnya di makan dia teringat bahwa buah apel itu bukan miliknya dan dia belum mendapat ijin pemiliknya.
Maka ia segera pergi ke dalam kebun buah-buahan itu dengan maksud hendak menemui pemiliknya agar menghalalkan buah apel yang telah terlanjur dimakannya. Di kebun itu ia bertemu dengan seorang lelaki. Maka langsung saja ia berkata, "Aku sudah memakan setengah dari buah apel ini. Aku berharap Anda menghalalkannya". Orang itu menjawab, "Aku bukan pemilik kebun ini. Aku hanya khadamnya yang ditugaskan merawat dan mengurusi kebunnya".
Dengan nada menyesal Tsabit bertanya lagi, "Dimana rumah pemiliknya? Aku akan menemuinya dan minta agar dihalalkan apel yang telah kumakan ini." Pengurus kebun itu memberitahukan, "Apabila engkau ingin pergi kesana maka engkau harus menempuh perjalanan sehari semalam".
Tsabit bin Ibrahim bertekad akan pergi menemui si pemilik kebun itu. Katanya kepada orangtua itu, "Tidak mengapa. Aku akan tetap pergi menemuinya, meskipun rumahnya jauh. Aku telah memakan apel yang tidak halal bagiku karena tanpa seijin pemiliknya. Bukankah Rasulullah Saw sudah memperingatkan kita lewat sabdanya : "Siapa yang tubuhnya tumbuh dari yang haram, maka ia lebih layak menjadi umpan api neraka."
Tsabit pergi juga ke rumah pemilik kebun itu, dan setiba disana dia langsung mengetuk pintu. Setelah si pemilik rumah membukakan pintu, Tsabit langsung memberi salam dengan sopan, seraya berkata, "Wahai tuan yang pemurah, saya sudah terlanjur makan setengah dari buah apel tuan yang jatuh ke luar kebun tuan. Karena itu sudikah tuan menghalalkan apa yang sudah kumakan itu ?" Lelaki tua yang ada di hadapan Tsabit mengamatinya dengan cermat. Lalu dia berkata tiba-tiba, "Tidak, aku tidak bisa menghalalkannya kecuali dengan satu syarat." Tsabit merasa khawatir dengan syarat itu karena takut ia tidak bisa memenuhinya. Maka segera ia bertanya, "Apa syarat itu tuan?" Orang itu menjawab, "Engkau harus mengawini putriku !"
Tsabit bin Ibrahim tidak memahami apa maksud dan tujuan lelaki itu, maka dia berkata, "Apakah karena hanya aku makan setengah buah apelmu yang jatuh ke luar dari kebunmu, aku harus mengawini putrimu ?" Tetapi pemilik kebun itu tidak menggubris pertanyaan Tsabit. Ia malah menambahkan, katanya, "Sebelum pernikahan dimulai engkau harus tahu dulu kekurangan-kekurangan putriku itu. Dia seorang yang buta, bisu, dan tuli. Lebih dari itu ia juga seorang gadis yang lumpuh !"
Tsabit amat terkejut dengan keterangan si pemilik kebun. Dia berpikir dalam hatinya, apakah perempuan semacam itu patut dia persunting sebagai isteri gara-gara ia memakan setengah buah apel yang tidak dihalalkan kepadanya? Kemudian pemilik kebun itu menyatakan lagi, "Selain syarat itu aku tidak bisa menghalalkan apa yang telah kau makan !"
Namun Tsabit kemudian menjawab dengan mantap, "Aku akan menerima pinangannya dan perkawinannya. Aku telah bertekad akan mengadakan transaksi dengan Allah Rabbul 'Alamin. Untuk itu aku akan memenuhi kewajiban-kewajiban dan hak-hakku kepadanya karena aku amat berharap Allah selalu meridhaiku dan mudah-mudahan aku dapat meningkatkan kebaikan-kebaikanku di sisi Allah Ta'ala". Maka pernikahanpun dilaksanakan. Pemilik kebun itu menghadirkan dua saksi yang akan menyaksikan akad nikah mereka. Sesudah perkawinan usai, Tsabit dipersilahkan masuk menemui istrinya. Sewaktu Tsabit hendak masuk kamar pengantin, dia berpikir akan tetap mengucapkan salam walaupun istrinya tuli dan bisu, karena bukankah malaikat Allah yang berkeliaran dalam rumahnya tentu tidak tuli dan bisu juga. Maka iapun mengucapkan salam, "Assalamu'alaikum…."
Tak dinyana sama sekali wanita yang ada dihadapannya dan kini resmi menjadi istrinya itu menjawab salamnya dengan baik. Ketika Tsabit masuk hendak menghampiri wanita itu, dia mengulurkan tangan untuk menyambut tangannya. Sekali lagi Tsabit terkejut karena wanita yang kini menjadi istrinya itu menyambut uluran tangannya.
Tsabit sempat terhentak menyaksikan kenyataan ini. "Kata ayahnya dia wanita tuli dan bisu tetapi ternyata dia menyambut salamnya dengan baik. Jika demikian berarti wanita yang ada di hadapanku ini dapat mendengar dan tidak bisu. Ayahnya juga mengatakan bahwa dia buta dan lumpuh tetapi ternyata dia menyambut kedatanganku dengan ramah dan mengulurkan tangan dengan mesra pula", kata Tsabit dalam hatinya. Tsabit berpikir mengapa ayahnya menyampaikan berita-berita yang bertentangan dengan kenyataan yang sebenarnya ?
Setelah Tsabit duduk disamping istrinya, dia bertanya, "Ayahmu mengatakan kepadaku bahwa engkau buta. Mengapa ?" Wanita itu kemudian berkata, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah melihat apa-apa yang diharamkan Allah". Tsabit bertanya lagi, "Ayahmu juga mengatakan bahwa engkau tuli. Mengapa?" Wanita itu menjawab, "Ayahku benar, karena aku tidak pernah mau mendengar berita dan cerita orang yang tidak membuat ridha Allah. Ayahku juga mengatakan kepadamu bahwa aku bisu dan lumpuh, bukan?" tanya wanita itu kepada Tsabit yang kini sah menjadi suaminya. Tsabit mengangguk perlahan mengiyakan pertanyaan istrinya. Selanjutnya wanita itu berkata, "aku dikatakan bisu karena dalam banyak hal aku hanya mengunakan lidahku untuk menyebut asma Allah Ta'ala saja. Aku juga dikatakan lumpuh karena kakiku tidak pernah pergi ke tempat-tempat yang bisa menimbulkan kegusaran Allah Ta'ala".
Tsabit amat bahagia mendapatkan istri yang ternyata amat saleh dan wanita yang akan memelihara dirinya dan melindungi hak-haknya sebagai suami dengan baik. Dengan bangga ia berkata tentang istrinya, "Ketika kulihat wajahnya……Subhanallah, dia bagaikan bulan purnama di malam yang gelap".
Tsabit dan istrinya yang salihah dan cantik rupawan itu hidup rukun dan berbahagia. Tidak lama kemudian mereka dikaruniai seorang putra yang ilmunya memancarkan hikmah ke penjuru dunia. Itulah Al Imam Abu Hanifah An Nu'man bin Tsabit.
Salman Al-Farisi

Salman berasal dari desa Ji di Isfahan, Persia. Ia adalah anak kesayangan ayahnya, seorang bupati di daerah itu. Salman mulanya adalah penganut Majusi yang taat hingga ia diserahi tugas sebagai penjaga api.
Suatu saat ia melewati sebuah gereja Nashrani yang sedang mengadakan sembahyang. Setelah masuk dan memperhatikan apa yang mereka kerjakan, Salman menjadi kagum. Ia pun bertanya tentang asal agama mereka yang ternyata berasal dari Syria. Salman mennceritakan hal ini kepada bapaknya dan mengatakan bahwa upacara kaum Nashrani sungguh mengagumkan, lebih baik dari agama Majusi yang mereka anut. Lalu terjadilah diskusi antara Salman dan bapaknya yang berujung pada dijebloskannya Salman dalam penjara dengan kaki terikat rantai.
Kepada orang-orang Nashrani, Salman memberitahukan bahwa ia telah menganut agama mereka dan berpesan agar ia diberitahu jika ada rombongan dari Syiria yang datang. Setelah permintaannya dipenuhi ia pun meloloskan diri dari penjara dan bergambung dengan rombongan tersebut ke Syiria. Di Syiria ia tinggal sebagai pelayan bersama dengan seorang Uskup untuk belajar agama yang baru ia anut. Salman sangat mencintainya dan ketika menjelang wafat ia menanyakan kepada sang Uskup siapa yang harus ia hubungi sepeninggalnya. Lalu orang tersebut menceritakan tentang masa itu yang ternyata sudah dekat dengan kebangkitan seorang Nabi pengikut agama Ibrahim yang hanif, beserta tanda-tanda kenabian yang ada padanya termasuk tempat hijrahnya.
Suatu hari lewatlah rombongan berkendaraan dari jazirah Arab. Salman minta agar mereka mau memintanya membawa pergi ke negeri mereka dengan imbalan sapi-sapi dan kambing-kambing hasil jerih payahnya sebagai peternak. Permintaan tersebut dikabulkan. Namun ketika sampai di negeri yang bernama Wadil Qura, rombongan tersebut menganiaya Salman dan menjualnya kepada seorang Yahudi sebagai budak. Setelah beberapa lama, Salman dibeli oleh seorang Yahudi lain dari Bani Quraidhah dan dibawa ke Madinah. Sesampainya di Madinah Salman pun akhirnya yakin bahwa negeri ini adalah sebagaimana yang disebutkan kepadanya dulu.
Setelah mendengar kedatangan Rasulullah SAW yang hijrah ke Madinah, Salman pun datang menjumpai beliau beberapa kali, dan ia mendapatkan semua tanda-tanda kenabian yang pernah diceritakan kepadanya. Hal ini membuat Salman yakin akan kebenaran Rasulullah SAW dan menyatakan keislamannya. Namun statusnya sebagai budak telah menghalangi Salman untuk turut serta dalam perang Badar dan Uhud. Dengan bantuan finansial para sahabat, Salman pun akhirnya berhasil ditebus dan dimerdekakan.
Ketika terjadi perang Khandaq, kaum Muslimin di Madinah diserang oleh kekuatan gabungan anti Islam dari luar dan dari dalam. Pasukan Quraisy dan Ghathfan menyerbu Madinah dari luar sedangkan Yahudi Bani Quraidhah menyerang dari dalam. Melihat kondisi ini Salman menyarankan strategi perang Persia yang asing bagi bangsa Arab, yakni penggalian parit sepanjang daerah terbuka mengelilingi kota. Melihat ini, pasukan kaum kafir yang hendak menyerbu Madinah merasa terpukul dan dipaksa berkemah di luar kota Madinah hingga pada suatu malam Allah mengirimkan angin topan yang memporak-porandakan mereka.
Salman adalah sahanat utama yang taqwa, cerdas, dan bersahaja. Kendatipun dari golongan kelas atas dan seorang putera Persia, negeri yang terkenal dengan kemewahan, namun ia amat zuhud kepada dunia. Ketika menanti ajal, Sa'ad bin Abi Waqqash datang menjenguknya dan ia dapati Salman menangis, teringat pesan Rasulullah : "Hendaklah bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara", sedangkan ia merasa hartanya masih banyak. Sa'ad mengatakan : "Saya perhatikan, tak ada yang tampak di sekelilingku kecuali satu piring dan sebuah baskom."
Sekelumit kisah sang pencari kebenaran Salman Al Faritsi ini mengandung banyak pelajaran. Kecintaan dari ayah, kedudukan terhormat sebagai anak pembesar dan penunggu api, serta kehidupan yang berkecukupan tidaklah menjadi tujuan tertinggi hidupnya. Kendatipun belum menjadi seorang muslim, Salman seakan memiliki pribadi yang hanif dengan fitrah yang bersih.
Salman mampu bersifat objektif dan mau mengakui kekurangan agama Majusi yang dianutnya dibandingkan agama Nashrani yang kemudian dipeluknya. Ia pun tak segan-segan masuk Islam ketika Rasul ditunggu-tunggunya tiba. Bukanlah menjadi soal bagi Salman sang pemuda Persi untuk memeluk agama Nashrani yang berasal dari Syiria. Sungguh bahagia hati Salman, budak dari Persi untuk memeluk Islam yang dibawa oleh Muhammad, orang Arab. Kebenaran adalah dari Allah, tak peduli siapa yang menyampaikan dan darimana asalnya. Maka seseorang yang berjiwa hanif sudah sewajarnya mengikuti kebenaran yang datangnya dari Allah. Wallahu'alam.***

sumber : Tabloid MQ edisi 10/Th.I/Februari 2001
Sa'ad bin Abi Waqash

Diantara dua pilihan. Itulah mungkin kata yang tepat mewakili awal kisah dari Sa'ad bin Malik za-Zuhri alias Sa'ad bin Abi Waqash. Ini bukan cerita sinetron teve yang selalu mengandung materialistik, ini adalah sebuah kisah tentang seorang sahabat yang pada masa Rasulullah Saw., dikenal sebagai prajurit pilihan.
Menurut Sa'ad bin Abi Waqqash, mencintai orang tua bukan berarti harus mengorbankan prinsip hidup. Itu dilakukannya saat dia telah menerima Islam yang diajarkan oleh Rasulullah, kemudian dia yakini, bahwa hanya Islamlah yang bisa membuat dirinya dan hidupnya bahagia ketimbang kembali menyembah berhala. Lihatlah statementnya, yang sering dijumpai di sirah-sirah "Duhai bunda, meskipun ada seratus nyawa dalam diri bunda, dan terurai nyawa itu satu per satu, aku akan tetap pada agamaku. Sekarang terserah bunda, apakah hendak meneruskan perbuatan bunda atau hendak makan"
Ibu Sa'ad yang sangat mencintai Sa'ad juga, merasa kehilangan ketika anaknya lari meninggalkan sesembahan nenek moyang, dan menyembah Allah dan mentaati Rasulullah. Untuk meluluhkan hati Sa'ad, ibundanya mengambil sikap untuk mogok makan, tapi nyatanya tak berkutik sedikitpun sikap Sa'ad untuk meninggalkan Agama Islam yang dibawa Rasulullah, mesikipun ia juga mencintai Ibundanya.
Selain itu, Sa'ad juga dikenal sebagai anggota pasukan berkuda yang lihai dan gagah berani. Soal memanah, dia adalah nomor satu. Ada dua peristiwa yang menjadikan Sa'ad selalu dikenang dan istimewa, pertama dialah yang pertama melepas anak panah untuk membela Agama Allah, sekaligus orang pertama yang tertembus anak panah dalam membela Agama Allah. Kedua, Sa'ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua beliau. Sabda Rasulullah, Saw., pada saat perang Uhud : "Panahlah hai Sa'ad ! Ibu Bapakku menjadi jaminan bagimu ...."
Dalam setiap peperangan siapapun panglimanya jika ada Sa'ad didalamnya maka pasukan akan merasa tenang. Bukan hanya karena kehebatannya dalam peperangan yang menciutkan hati musuh, tapi juga ketaqwaanya yang luhurlah, yang menjadi hati sahabat lain menjadi tenang.
Pada saat perang Qadishiyyah, Amirul mukminin Umar bin Khaththab r.a. mengangkat Sa'ad sebagai Panglima perang untuk melawan adidaya Persia pada saat itu, ketika Sa'ad mengirim utusan untuk berdiplomasi dengan Rustum (panglima perang persia) yang akhirnya negoisasi itu berlangsung alot, dan muncullah pernyataan dari delegasi kaum muslimin.
"Sesungguhnya Allah telah memilih kami untuk membebaskan hamba-hambaNya yang dikehendaki-Nya dari pemujaan berhala kepada pengabdian kepada Allah, dari kesempitan dunia kepada keluasannya, dan dari kedhaliman penguasa kepada keadilan Islam. Maka siapa yang bersedia menerima itu dari kami, kami terima pula kesediannya dan kami biarkan mereka. Tapi siapa yang memerangi kami, kami perangi pula mereka hingga kami mencapai apa yang telah dijanjikan Allah ... !"
"Apa yang dijanjikan oleh Allah itu?" tanya Rustum, "Surga bagi kami yang mati syahid, dan kemenangan bagi kami yang hidup". Sa'ad pun bangkit dan menggelorakan semangat jihad kaum muslimin, peperanganpun terjadi Rustum dan pasukannya menuai kekalahan, Persia yang adidaya itu akhirnya jatuh juga di tangan kaum muslimin.